Kesehatan

Operasi Bariatrik atasi Obesitas

| Rabu 01 Feb 2017 09:38 WIB | 2352




MATAKEPRI.COM, Jakarta - Obesitas cenderung dianggap sebagai masalah penampilan semata. Padahal, dari sisi medis, obesitas tergolong gangguan kesehatan. Obesitas terbukti menjadi faktor risiko timbulnya beragam penyakit, mulai hiperkolesterol, hipertensi, gangguan hormonal, diabetes melitus, osteoartritis, hingga stroke dan serangan jantung.

Karena itu, obesitas perlu mendapat terapi medis secara tepat. Kadang, terapi tersebut membutuhkan biaya besar. Sayang, asuransi kesehatan di Indonesia umumnya tidak menanggung biaya itu. Mereka cenderung menganut pemahaman bahwa terapi penurunan berat badan pada orang obesitas semata-mata untuk memperbaiki penampilan.

"Pemahaman seperti itu perlu diluruskan. Di negara-negara maju seperti Amerika dan Kanada, obesitas ditetapkan sebagai penyakit. Di India juga. Asuransi di sana menanggung biaya terapi obesitas," ujar dokter spesialis bedah Errawan R Wiradisuria pada temu dokter bertajuk Management Update of Morbid Obesity yang digelar Rumah Sakit Premier Bintaro di Jakarta, pekan lalu.

Ia menjelaskan dukungan dari pihak asuransi diperlukan karena kadang terapi obesitas membutuhkan biaya besar. Namun, hal itu tidak akan merugikan pihak asuransi. Bila penderita obesitas tidak menjalani terapi, lanjut Errawan, beragam penyakit berat mengancam. "Kalau nantinya pasien terkena diabetes, stroke, kena serangan jantung, biaya perawatan yang harus ditanggung pihak asuransi pasti jauh lebih tinggi lagi," imbuh dokter konsultan bedah saluran cerna dan laparoskopi itu.

Salah satu terapi untuk mengatasi obesitas ialah operasi bariatrik. Operasi itu memotong dan membuang sebagian lambung sehingga volumenya berkurang drastis hingga tersisa sekitar 30% saja.

"Operasi ini merupakan pilihan terakhir ketika upaya penurunan berat badan melalui diet, olahraga, dan obat-obatan tidak memberikan hasil yang ditargetkan," ujar Errawan.

Ia menjelaskan operasi tersebut diperuntukkan penderita obesitas ekstrem atau yang disebut morbid obesity (obesitas yang membahayakan). Yanga masuk kategori itu mereka yang memiliki nilai indeks massa tubuh (body mass index/BMI) 35 ke atas, atau BMI-nya 'baru' 30 tetapi sudah disertai komplikasi penyakit. Misalnya sudah terkena diabetes atau osteoartritis.

"Rumus menghitung BMI ialah berat badan (kg) dibagi tinggi badan (meter) kuadrat," kata Errawan.

Laparoskopi

Operasi bariatrik, lanjut Errawan, memperbaiki kondisi penderita obesitas melalui beberapa mekanisme. Pertama, pembuangan 70%-75% volume lambung menurunkan jumlah sel oxyntic pada dinding lambung. Hal itu berdampak pada menurunnya produksi grelin, zat pemicu selera makan. Alhasil, nafsu makan akan menurun.

Mekanisme lainnya, terang Errawan, berkurangnya volume lambung membuat makanan dalam lambung lebih cepat turun ke usus. Hal itu akan meningkatkan fungsi sel-sel beta pada pankreas dalam memproduksi insulin. Kondisi tersebut berdampak baik bagi sistem metabolisme tubuh, terlebih bagi penderita diabetes.

Errawan menjelaskan operasi bariatrik ada beberapa jenis. Salah satunya yang disebut laparoscopic sleeve gastrectomy (LSG). Itu disebut demikian karena operasi membuat bentuk lambung seperti lengan panjang (sleeve).

Menurut Errawan, LSG menjadi jenis operasi bariatrik yang kerap dilakukan karena prosedurnya sederhana dan efektif.

"Pengerjaannya dengan metode laparoskopi atau teknik bedah sayatan kecil. Jadi, hanya meninggalkan bekas luka kecil-kecil di perut, 0,5 cm sampai 3 cm. Satu sayatan yang 3 cm itu sebagai jalan untuk mengeluarkan potongan lambung.

"Perawatan di rumah sakit pascaoperasi pun singkat saja, 4-5 hari. Yang harus diperhatikan, sesudah operasi, tekstur makanan harus diatur. Itu diawali dari makanan cair, lunak, hingga nantinya makan biasa. Umumnya, dibutuhkan waktu sekitar dua bulan hingga pasien bisa mengonsumsi makanan biasa.

"Penentuan dietnya nanti dibimbing dokter spesialis gizi."Meski prosedurnya sederhana, kata Errawan, LSG efektif dalam menurunkan berat badan untuk jangka panjang dan memperbaiki berbagai komplikasi. Artikel penelitian berjudul Obesity Management-Bariatric Surgery Vs Lifestyle Modification menunjukkan pengurangan kelebihan berat badan yang dicapai dengan prosedur LSG sekitar 68%. Komplikasi seperti diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, dan sleep apnea syndrome (henti napas berulang kali saat tidur) juga berkurang (lihat grafik).

Errawan mengingatkan, sesudah menjalani operasi bariatrik, pasien tetap wajib menjalani gaya hidup sehat, termasuk menjaga pola makan. "Sebab, gaya hidup yang baik merupakan fondasi untuk menjaga kesehatan kita," pungkasnya.


Share on Social Media