Tanjungpinang, News

Luas Daratan Hanya 4 Persen, Kepri Butuh UU Provinsi Kepulauan Segera Terealisasi

| Kamis 09 Mar 2017 13:07 WIB | 4227



Pemandangan Pulau Sedanau, Natuna.


MATAKEPRI.COM, Dompak - Para rektor di 8 provinsi kepulauan di Indonesia dan DPD serta DPR RI saat in terus berjuang untuk meloloskan RUU Provinsi tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Wilayah Kepulauan. Hal ini mendapat respon positif dari Sekdaprov Kepri, TS Arif Fadillah.

Ia mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) itu hendaknya disahkan menjadi Undang-Undang (UU) agar luas lautan menjadi komponen perhitungan dalam penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) atau kini disebut DTK (Dana Transfer Khusus).

Arif beralasan, selagi luas lautan tak menjadi komponen perhitungan penerimaan DAK dan DTK, maka penerimaan provinsi berkarakteristik kepulauan dari APBN tetap kecil.

Kepri misalnya, luas daratan hanya 4 persen dan luas lautan 96 persen dengan jumlah penduduk sekitar 2 juta jiwa lebih, maka penerimaan DAU dan DTK tetap kecil.

”Sementara cost pembangunan daerah kepulauan mahal. Kita isi bensin satu tangki sudah keliling kemana-mana (di darat, red). Coba kapal, untuk keliling butuh berdrum-drum bensinnya,” ujarnya mencontohkan saat ditemui di Kantor Gubernur Kepri di Dompak, Senin (6/3).

Tingginya biaya transportasi membuat biaya pembangunan mahal. Material bangunan ikut naik harganya. Sehingga, biaya pembangunan di daerah kepulauan lebih mahal dibandingkan daerah kontinental (daratan).

Kecilnya penerimaan pemerintah daerah di Kepri dari sektor DAU dan DTK membuat pembangunan sulit terjangkau ke pulau-pulau kecil termasuk pengentasan kemiskinan.

Masyarakat pulau atau hinterland yang umumnya nelayan masih menggantungkan hidup dengan cara menangkap ikan secara tradisional. Ini juga yang terjadi hingga turun temurun.

Saat dirinya mendampingi Gubernur Kepri H Nurdin Basirun ke pulau-pulau, ia melihat masih banyak masyarakat miskin yang harus dibantu diubah pola pikirnya. Namun semua itu butuh biaya besar.

Pemprov berkeinginan mengubah pola pikir masyarakat nelayan agar mengutamakan pendidikan anaknya.

”Kita ingin anak nelayan itu sekolah semua bahkan lulus S1. Sehingga, nasib mereka bisa berubah. Seandainya pun melaut, tapi dengan cara modern. Itulah pentingnya peningkatan pendidikan anak nelayan dan butuh biaya,” bebernya.

Pengalamannya saat masih camat di pulau, ia sering melihat nelayan yang tidak mendorong anaknya agar menggapai pendidikan yang tinggi.

”Kita tanya warga, dapat brape duit jaring (hasil menangkap ikan)? dapat sejute pak camat,” ujar Arif meniru pembicarannya dengan nelayan saat masih camat.

Besoknya, si nelayan sudah ngopi di warung.

”Trus kita tanya, tak menjaring pak? Uang kemaren masih ade pak camat. Begitu pula jawabannya,” katanya sambil tertawa.

Kemudian, saat ditanya anaknya apakah akan disekolah tinggi-tinggi, si nelayan malah menjawab ringan.

”Tak ape pak camat, lah kalau anak sudah besar, nak jaring aja pak camat. Pola pikir ini yang akan kita ubah,” tegasnya.

Namun, dengan keterbatasan anggaran sekarang tidak cukup untuk mengangkat kehidupan nelayan yang cukup banyak. Nelayan di Kepri sekitar 80 ribu jiwa lebih.

Kemudian, butuh anggaran besar untuk pembangunan infrastruktur jalan, drainase, sekolah dan lainnya di banyak pulau besar dan kecil berpenghuni di Kepri.

Karena itu, Arif mengapresiasi langkah para rektor dan DPD-DPR RI yang berjuang menggolkan RUU Provinsi Kepulauan menjadi UU Provinsi Kepulauan.

”Kita dukung. Kita apresiasilah karena Kepri sangat membutuhkan undang-undang itu. Semoga tercapai dan disahkan menjadi undang-undang,” harapnya.

Memang, kata dia, di UU No.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sudah dimasukkan klausal luas perairan dalam perhitungan penerimaan DAU, namun turunannya berupa PP belum ada.

”Makanya kita butuh undang-undang itu. Kalau tidak, provinsi daratan seperti Sumatera, Jawa dan daerah lainnya yang dapat anggaran besar. Sementara kita segini aja,” ungkapnya.

RUU Provinsi Kepulauan ini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017 dan menjadi inisiatif DPD. Artinya DPR RI sudah setuju RUU ini. Tinggal pemerintah pusat yang harus ikut bersama membahasnya dan setuju untuk mensahkannya menjadi UU. n4-tp



Share on Social Media