Nasional
Juliadi | Jumat 05 Nov 2021 14:15 WIB | 2519
Dyanna Ernest, Mahasiswa STIE Syari’ah Bengkalis
MATAKEPRI.COM -- Rasanya berbicara tentang abrasi bukanlah hal
yang baru bagi masyarakat yang tinggal di pulau Bengkalis. Abrasi
adalah suatu proses alam berupa pengikisan tanah pada daerah pesisir pantai
yang diakibatkan oleh ombak dan arus laut yang sifatnya merusak terkadang juga
disebut dengan erosi pantai. Umumnya pulau-pulau yang berada di wilayah pesisir
amat rentan terkena abrasi. Selain karena gelombang laut yang ganas, faktor
dari manusia sendiri juga bisa memperparah abrasi. Salah satu wilayah yang
mengalami dampak abrasi cukup mengkhawatirkan berada di pulau Bengkalis
sendiri.
Pulau Bengkalis yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka membuatnya rentan
terkena abrasi dan hal ini terjadi setiap tahunnya. Tercatat semenjak
tahun 1988-2014, abrasi mengikis tepi daratan Bengkalis seluas 1,504.93 ha atau
59.02 ha/tahun. Dan dalam kurun 26 tahun terakhir tersebut Pulau Bengkalis
telah kehilangan luas wilayah sebesar 1,085.54 ha atau rata-rata 42.57
ha/tahun. Wilayah yang paling parah terkena abrasi berada di bagian ujung Barat
dan juga ujung Selatan Pulau Bengkalis. Bagian utara yang berhadapan langsung
dengan Selat Malaka juga mengalami abrasi namun dengan laju yang bervariasi.
Selain karena masalah
hantaman gelombang laut, menurut Dr. Sigit masalah utama yang mempercepat
terjadinya abrasi di pulau Bengkalis adalah masalah alih fungsi lahan. Dimana
seluas 11.000 hektar lahan dialihfungsikan oleh PT. Meskom untuk perkebunan
sawit. Selain itu juga masalah pembukaan lahan untuk tambang udang dan panglong
arang oleh para cukong makin memperparah dampak abrasi. Setidaknya ada 168 panglong
arang dan hanya 5 dari ratusan tambak udang yang baru mengantongi izin usaha.
Merupakan hal yang tidak wajar jika penanganan abrasi masih berjalan lambat
mengingat Pulau Bengkalis merupakan pusat pemerintahan dan ibukota Kabupaten
Bengkalis. Terjalinnya MOU antara Pemerintah Kabupaten Bengkalis dengan
Badan Restorasi Gambut & Mangrove (BRGM) dalam penanganan restorasi
Gambut dan Mangrove patut diapresiasi dan juga perlu diawasi kemana saja dana
Sebesar Rp 400 Miliar itu dikucurkan. Turunnya Gubernur Provinsi Riau, Syamsuar
ke Mentayan pada awal September kemarin diminta bukan hanya sekedar penanaman
mangrove dan peninjauan saja tapi perlu pengawasan secara berkelanjutan apakah
penanaman tersebut berhasil atau hanya sekedar formalitas saja. Mengingat Desa
Mentayan juga pernah didatangi oleh Mantan Gubernur Riau, Andi Rachman dalam
acara panen raya. Namun kenyataannya petani masih sulit saja dalam mengolah
sawahnya. Apalagi akhir-akhir ini bendungan warga jebol akibat terkena
gelombang laut. Bendungan tersebut tak lain berasal dari patungan mandiri
sesama warga. Namun kini kondisinya makin mengkhawatirkan. Apalagi jika mulai
masuk akhir tahun petani akan was-was takut akan gagal panen karena bendungan
yang jebol menyebabkan air asin (laut) masuk ke persawahan warga dan membuat
padi mati. Janji-janji yang diberikan tidak merubah nasib petani yang masih
terkendala pada sistem pengairan dan juga pupuk yang mahal.
Datangnya orang nomor 1 RI yaitu Presiden Joko Widodo ke Pulau Bengkalis untuk
penanaman mangrove di desa Muntai, Kecamatan Bantan diharapkan juga bukan hanya
sekedar menanam mangrove. Namun juga harus memastikan upaya pemulihan Gambut
Mangrove benar-benar bisa dilakukan. Karena masalah abrasi bukan hanya karena
gelombang laut tapi juga penebangan pohon bakau yang dilakukan oleh oknum-oknum
usaha panglong arang dan tambak udang.
Pemerintah Kabupaten Bengkalis perlu konsisten
dalam melaksanakan restorasi gambut dan mangrove serta
menangani abrasi. Jangan sampai menanam mangrove saja tapi investasi tambak
udang tetap dibuka seluas-luasnya. Bagaimana bisa kita memulihkan pulau
bengkalis dari abrasi jika para oknum terus saja menebang mangrove untuk
panglong arang dan tambak udang. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus bagi
pemerintah dan pejabat yang turun ke pulau Bengkalis. Masalah abrasi bukan
sekedar peluang untuk dijadikan acara seremonial sajatapi masalah abrasi adalah
momok nyata yang menghantui banyak warga pesisir khususnya masyarakat Kabupaten
Bengkalis.
Penulis : Dyanna Ernest (Mahasiswa STIE Syari’ah Bengkalis)