Batam, News

Minta Hentikan Operasional Alat HMC dan RTG, Perusahaan Bongkar Muat Peti Kemas Ancam Mogok Kerja

Egi | Kamis 04 Jan 2024 14:35 WIB | 397

Bandara/Pelabuhan
BP Batam
Aset Daerah
Pengusaha
Perusahaan
Investasi
Ekonomi & Bisnis
Agen Kapal
Shipping
Perkapalan



Matakepri.com Batam - Memasuki awal tahun 2024 ini, ada kabar yang tak sedap datang dari Pelabuhan Batu Ampar di kota Batam. Asosiasi Maritim, termasuk Perusahaan Bongkar Muat (PBM) yang berkegiatan di pelabuhan Batu Ampar, kota Batam.


Dari informasi yang didapat, Perusahaan Bongkar Muat (PBM) peti kemas di Pelabuhan Batu Ampar mengancam akan mogok kerja jika Badan Usaha Pelabuhan (BUP) BP Batam tak memenuhi sejumlah tuntutannya.


Ketua APBMI DPC Kota Batam, Jonara Daniel mengatakan, pihaknya menuntut supaya kegiatan operasional petikemas oleh BUP BP Batam tak mematikan PBM yang sudah bekerja puluhan tahun.


“Jika hal itu tetap dilakukan mereka (BUP BP Batam), maka ribuan karyawan akan terkena PHK,” ungkap Jonara, Senin (1/1/2024).


Karena itu, Asosiasi menuntut agar BUP BP Batam menghentikan operasional alat HMC dan RTG yang dioperasikan Persero Batam, mengingat alat yang dimiliki PBM masih memadai. 


“Kalau ini tak segera dihentikan, maka PBM akan hancur,” ungkapnya.


Selain itu, asosiasi juga menuntut agar alat Shore Crane yang kerja di dermaga dan Reach Stacker yang ada di container yard (CY) tidak dikenakan biaya penumpukan alat. Sebab, alat Shore Crane dan reach stacker sudah dikenai biaya pas pelabuhan tahunan dan jasa kontribusi 20 persen.


“Ini berakibat pada tambahan biaya operasional,” katanya lagi.


Masalah lain yang dituntut mereka adalah supaya biaya buka tutup Palka ditagihkan atau dihitung berdasarkan jumlah Palka, bukan per Daun Palka, sesuai tarif dalam Perka nomor 04 tahun 2023.


Mereka juga menanyakan legalitas ijin BUP dan operasional TPK BUP PT Persero Batam agar dilengkapi sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 


“Nah, Kepala BP Batam mengambil alih permasalahan tersebut dan segera menyelesaikan supaya PBM tetap bisa bekerja, sehingga tak terjadi PHK besar-besaran, dan agar pengelolaan terminal petikemas dilakukan sesuai aturan perundangan yang berlaku. Jika ini tak segera dilakukan, kami (asosiasi maritim) akan mogok kerja,” ungkapnya.


Seperti diketahui bahwa sesuai surat edaran dari BUP BP Batam nomor 23 tahun 2023 tentang pengoperasian terminal petikemas Batu Ampar, bahwa sejak tanggal 1 November 2023, seluruh kegiatan bongkar muat petikemas dilaksanakan di dermaga Utara terminal umum Batu Ampar yang dioperasikan oleh PT Persero Batam.


PT Persero Batam dapat mengoperasikan kegiatan bongkar muat petikemas tersebut sesuai perjanjian kerjasama pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk pembangunan, Pengoperasian dan pengembangan terminal petikemas Batu Ampar antara Badan pengusahaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam dan PT Persero Batam nomor 691/SPJ/A4/8/2023 dan SPB-DIR/075/VIII/2023.


Namun, dengan pengoperasian kegiatan bongkar muat Petikemas dilaksanakan di dermaga Utara terminal umum batu ampar oleh PT Persero Batam, maka muncul permasalahan baru, padahal masalah sebelumnya belum selesai.


Namun tetap dilanjutkan oleh PT Persero Batam, antara lain, PBM tak dapat mengoperasikan alat Shore Crane PBM sendiri, hal ini disebabkan Persero Batam tak mengijinkan karena Persero Batam sudah menyiapkan alat STS crane BP Batam dan HMC milik PBM dari Surabaya.


“Penggunaan alat HMC sebenarnya belum pernah disampaikan oleh BUP BP Batam dalam setiap sosialisasi dengan PBM dan asosiasi. Sebagai dasar perhitungan tarif CHC dan non CHC yang dihitung bersama asosiasi dan dituangkan dalam Perka no. 04 tahun 2023, hanya alat STS BP Batam yang dijadikan dasar perhitungan tarif dan tak ada asumsi penggunaan HMC dan RTG,” kata Jonara.


Menurut dia, jika alat HMC dan RTG tetap dioperasikan oleh Persero Batam, maka berdampak bahwa PBM menanggung beban biaya TKBM yang besar, atas pemakaian HMC. 


“Alat Shore Crane dan Reach Stacker PBM tak bisa bekerja/beroperasi lagi. Dan dampaknya bisa terjadi PHK terhadap operator crane, Helper operator, petugas tally, dan mekanik yang akan dilakukan oleh PBM,” jelasnya.


Ironinya, kegiatan Truck losing dari dermaga langsung ke tempat pemilik barang atau sebaliknya, PBM tetap dipungut 20 persen dari tarif kegiatan Haulage (kegiatan dari dermaga ke tempat penumpukan petikemas di dalam pelabuhan). Sedangkan PBM tak dapat menagihkan atas biaya tersebut kepada customer.


“Mestinya kegiatan Truck losing tak dikenai biaya, karena dari BUP BP Batam atau PT Persero Batam tak ada layanan. Ini bisa dikategorikan pungutan liar (Pungli),” ungkap Jonara lagi.


Kata Jonara, BUP BP Batam/PT PERSERO Batam tetap memungut biaya penumpukan alat Shore Crane yang kerja di dermaga dan Reach Stacker yang kerja di CY. 


“Ini juga harusnya tak dipungut biaya karena PBM membayar biaya kontribusi 20 persen dari kegiatan bongkar muat di dermaga dan kegiatan LoLo di CY” jelasnya.


Asosiasi juga menanyakan mengenai perijinan BUP Persero Batam dan operasional Persero Batam yang dikeluarkan BP Batam, mestinya ijin dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan.


Kemudian APBMI Batam berkirim surat kepada BP Batam, Ketua Umum DPP APBMI, Ketua Umum ABUPI yang isinya minta agar kegiatan operasional petikemas tak mematikan PBM yang sudah puluhan tahun bekerja di Batu Ampar. 


“Jika ini tak diindahkan maka PBM akan hancur,” kata Jonara.


Asosiasi juga minta supaya BP Batam menghargai kearifan lokal, sehingga pelaku usaha daerah masih bisa tetap hidup. Dan mereka minta supaya BP Batam tak menyerahkan kepada Persero Batam mengelola seluruh pelabuhan, baik dermaga selatan dan timur.


“Sekali lagi, jika tuntutan kami nggak dilakukan, maka kami akan mogok kerja,” pungkasnya.(Egi)


Redaktur: ZB



Share on Social Media