News

Ini dia jejak operator bagi-bagi uang negara, Andi Narogong tersangka baru kasus Korupsi e-KTP

| Jumat 24 Mar 2017 00:49 WIB | 2809




MATAKEPRI.COM, Jakarta -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Andi Narogong sebagai tersangka baru kasus korupsie-KTP.

Andi Agustinus alias Andi Narogong disebut-sebut sebagai pihak pemberi suap dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP berbasis NIK periode 2011-2012.

Dia sering menjadi rekan bisnis dan penyedia barang atau jasa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Surat perintah penyidikan atas nama Andi Narogong juga telah ditandatangani oleh para pimpinan KPK. Andi Narogong telah dicegah keluar negeri oleh KPK melalui Imigrasi sejak 28 September hingga 28 Maret 2017.

Nama Andi Narogong memang kerap disebut dalam dakwaan dua terdakwa Irman dan Sugiharto.

Andi Narogong juga sering mengerjakan proyek pemerintah dan diduga kenal dengan dengan ‎Ketua DPR, Setya Novanto.

Dalam dakwaan, Andi Narogong diduga memberikan sejumlah uang pada anggota DPR seperti Anas Urbaningrum, Ganjar Pranowo, dan lainnya.

Bahkan Andi juga pernah memberikan uang pada Gamawan Fauzi melalui adiknya, Afdal Noverman pada Maret 2011.

Andi berkaitan erat dengan PT Murakabi Sejahtera. Perusahan itu termasuk salah satu konsorsium yang turut dalam lelang proyek e-KTP. Namun kalah oleh Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI).

Dia juga menjadi Direktur Utama PT Utama PT Cahya Wijaya Kusuma.Melalui PT Cahaya Wijaya Kusuma, dia menjadi operator bagi-bagi uang negara. Tidak tanggung-tanggung, jumlah kerugian negara mencapai Rp 2,3 Triliun, seperti yang dimuat di Bangkapos. 

Berdasarkan informasi yang dihimpun, PT Cahaya Wijaya Kusuma berkantor di Kompleks Graha Mas Fatmawati, Jakarta Selatan, tepatnya di Blok A Nomor 33-35. Kompleks Graha Mas Fatmawati merupakan ruko perkantoran.

Area perkantoran itu tertutup dari lingkungan warga. Untuk masuk ke tempat itu, harus melalui pintu masuk yang dijaga oleh petugas parkir. Letak ruko cukup tersembunyi.
Berada tepat di belakang pusat perbelanjaan.

Setelah sampai di tempat tersebut, logo dan nama yang tertera di ruko bukan lagi PT Cahaya Wijaya Kusuma, melainkan PT Mitra Buana Maju.
Ini karena pada beberapa waktu lalu, ruko itu sudah dibeli PT Mitra Inti Medika. Tak ada aktivitas di dalamnya. Ruko berlantai tiga itu sudah tidak berpenghuni.

Namun, tak ada yang mengetahui secara pasti kapan PT Cahaya Wijaya Kusuma pindah dari tempat tersebut. "Saya tidak tahu,” ujar seorang karyawan di salah satu kantor di Kompleks Graha Mas Fatmawati ditemui di lokasi.

Tempat tertutup dan sepi membuat pihak pengelola kompleks Graha Mas Fatmawati tak mengetahui aktivitas di kantor perusahaan milik Andi tersebut.

Sementara itu, salah satu karyawan Kompleks Graha Mas Fatmawati, Firman, mengatakan Andi Narogong pernah mempunyai perusahaan yang berlokasi di sana. PT Cahaya Wijaya Kusuma merupakan salah satu perusahaan pertama sejak pusat perkantoran itu berdiri pada 2010.

Tetapi, belakangan kantor itu pindah karena diduga menjadi tempat untuk membahas proyek pengadaan e-KTP. Dia tak mengetahui ke mana perusahaan tersebut pindah. Kini, ruko itu masih ada, tetapi sudah menjadi milik dari PT Mitra Inti Medika.

"Awalnya punya dia (Andi Agustinus,-red), tetapi sudah lama tidak. Tidak lama dari proyek awal e-KTP. Itu bangunan pertama yang ada di sini," kata Firman.
Di ruko Graha Mas Fatmawati itu, Andi menggelar pertemuan dengan sejumlah pihak yang belakangan disebut tim Fatmawati untuk menyepakati sejumlah hal terkait dengan proses lelang dan pelaksanaan pengadaan e-KTP.

Gerak tim Fatmawati dimulai dengan pertemuan Irman, saat itu Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan Sugiharto, saat itu Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.

Pengaturan proses pengadaan e-KTP dimulai dari skenario yang dirancang tim Fatmawati. Tujuannya memenangkan konsorsium PNRI dalam lelang proyek e-KTP dengan nilai pekerjaan Rp 5.841.144.993.

Sosok Tertutup
Nama Andi Agustinus alias Andi Narogong terungkap dalam persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP. Pengusaha rekanan Kementerian Dalam Negeri ini memiliki peran dalam kasus ini.

Nama Andi Narogong disebut dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut KPK. Namanya pertama kali muncul ketika Burhanudin Napitupulu selaku Ketua Komisi II DPR bertemu dengan Irman selaku Dirjen Dukcapil. 
Aksi Andi Narogong dalam dakwaan dimulai ketika dirinya menemui Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan M Nazaruddin, karena dianggap memiliki pengaruh di Komisi II DPR.

Andi Narogong juga disebut-sebut membagikan uang kepada anggota DPR dan pihak kementerian agar proyek ini lolos.
Saat tribun menyambangi rumah Andi Narogong di Blok C/10 Perumahan Central Park Beverly Hills, Kota Wisata, Cibubur, Jakarta Timur beberapa waktu lalu, petugas keamanan sempat melarang, termasuk beberapa awak media masuk meliput rumah Andi Narogong. Keamanan kompleks menjadi alasan dari pihak keamanan tersebut.

"Tidak boleh masuk, kecuali penghuni atau sudah membuat janji," ujar Defri, petugas keamanan kompleks Beverly Hills saat itu.
Menurut Defri, Andi Narogong sudah tidak muncul di rumahnya sejak beberapa waktu lalu. Kepergian Andi Narogong dari rumahnya dilakukan dua pekan sebelum sidang perdana kasus mega korupsi pengadaan KTP elektronik (E-KTP) tahun anggaran 2011-2012.

Saat disambangi tribun beberapa kali, rumah Andi Narogongkerap kosong. Keluarga Andi Narogong juga tidak menempati rumah tersebut selama ini. Menurut Defri, selama memiliki rumah itu, Andi Narogong juga jarang menginap.
Dirinya kerap tinggal di rumahnya yang lain. Andi Narogong juga dikenal sebagai sosok yang tertutup. Dirinya jarang bergaul dengan tetangganya yang lain di Kompleks tersebut.

"Orangnya jarang mengobrol sama yang lain. Kayanya orangnya rada tertutup," tambah Defri.
Andi Narogong juga diketahui memiliki rumah di PerumahanKemang Pratama, Bekasi, Jawa Barat. Rumahnya yang ini bahkan disebutkan dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto.

Dalam dakwaan tersebut disebutkan bahwa Andi Narogongmenyusun dokumen lelang bersama dengan Staf Pusat Teknologi Informasi dan komunikasi BPPT, Husni Fahmi dan Sekretaris Direktur Jenderal Kemendagri, Drajat Wisnu Setyawan. 
Rumah tersebut digunakan untuk menyusun dokumen penawaran dan dokumen teknis oleh Konsorsium PNRI, Konsorsium Murakabi, dan Konsorsium Astragraphia. (*)





Share on Social Media