Nasional , News
| Jumat 10 Jan 2020 10:14 WIB | 2330
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa
MATAKEPRI.COM JAKARTA -- KPK melakukan dua kali Operasi Tangkap Tangan (OTT) tanpa adanya izin penyadapan dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Komisi III DPR RI mengatakan tak ada masalah terkait hal tersebut karena belum ada aturan teknis berupa Peraturan Pemerintah (PP) terkait Dewas.
"Tidak ada masalah, karena belum ada aturan yang jelas tentang PP-nya, nggak konsultasi nggak masalah gitu loh," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa, Kamis (9/1/2020) malam.
Dia mengatakan saat ini aturan yang menjadi petunjuk teknis bagi Dewas KPK untuk melaksanakan amanat UU nomor 19 tahun 2019 tentang KPK belum dibuat oleh pemerintah. Desmond menilai OTT yang dilakukan KPK tetap legal meski penyadapan yang dilakukan tanpa izin dari Dewas.
"Ini yang menurut saya aturannya belum jelas. Jadi apa yang terjadi hari ini ya legal walaupun dalam undang-undang harusnya ya harus izin gitu lho. Tapi ketidaksempurnaan ini sesuatu yang biasa saja. Tidak masalah," tuturnya.
Desmond juga menyebut orang-orang yang dijerat KPK sebagai tersangka lewat proses OTT bisa saja mengajukan langkah hukum seperti praperadilan jika menilai proses hukum terhadapnya tidak tepat. Desmond menilai hal itu sebagai hak.
"Bagi yang merasa bahwa ini dirugikan, tidak dikonsultasikan, tidak restu atau tidak izin Dewan Pengawas, ya kalau ada persoalan hukum ya silakan orang yang kena OTT ini melakukan gugatan ke praperadilan," ujar Desmond.
Dia meminta pemerintah bisa mengantisipasi lolosnya para tersangka yang telah ditetapkan KPK dengan membuat PP. Desmond menilai harusnya pemerintah sudah melengkapi aturan teknis untuk melengkapi UU KPK baru sejak UU berlaku.
"Ini pemerintah sendiri harusnya sejak awal bisa mengantisipasi dengan berlakunya UU KPK, saat dilantiknya Firli dan Dewan Pengawas pada 21 Desember lalu harusnya peraturan sudah dilengkapi. Jangan sampai ada kekosongan hukum malah ada pertanyaan-pertanyaan," jelasnya.
Sebelumnya, dua hari berturut-turut KPK menjerat para penyelenggara negara yang diduga terlibat transaksi haram. Namun, semuanya ternyata tanpa diketahui oleh Dewas KPK.
OTT pertama dilakukan KPK pada Selasa (7/1) malam terhadap Bupati Sidoarjo Saiful Ilah. Dia diduga terlibat transaksi suap terkait pengadaan barang dan jasa di daerahnya. Lantas OTT kedua berlangsung pada Rabu (8/1) hari ini. Komisioner KPU Wahyu Setiawan juga diduga terlibat transaksi suap.
Dewas KPK memang memiliki peran lebih dalam kinerja KPK saat ini. Aturan baru itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang merupakan revisi dari UU KPK lama, yaitu UU Nomor 30 Tahun 2002. Dalam UU baru itu terdapat peran Dewas KPK berkaitan dengan pemberian izin penyadapan. Nah, OTT KPK biasanya sangat terkait dengan penyadapan yang dilakukan sebelumnya.
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris memberikan penjelasan mengenai 2 OTT tanpa izin penyadapan dari Dewas KPK itu. Dia pun mengaku dapat memahami langkah yang diambil Pimpinan KPK saat ini.
"Terkait OTT KPK di Sidoarjo maupun Komisioner KPU tidak ada permintaan izin penyadapan kepada Dewas. KPK masih menggunakan prosedur UU yang lama. Sangat mungkin penyelidikan dan penyadapan sudah berlangsung sejak kepemimpinan KPK jilid 4 (Pak Agus cs). Dewas sendiri belum memiliki organ karena Perpres tentang organ Dewas baru turun," ucap Syamsuddin kepada detikcom, Rabu (8/1).
'Karena masih transisional dari UU lama ke UU baru, Dewas dapat memahami langkah Pimpinan KPK," imbuhnya.