DPR Ancam Ajukan Hak Bertanya Terkait Kepemilikan Hunian Orang Asing

| Jumat 23 Dec 2016 15:34 WIB | 1972



Ilustrasi


MATAKEPRI, Jakarta - Pemerintah didesak untuk merevisi aturan orang asing dapat memiliki hunian atau rumah tempat tinggal di Indonesia, sebagaimana termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103/2015.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo dalam menanggapi persetujuan Presiden Jokowi atas usul dari pengurus Real Estate Indonesia (REI) agar pemerintah membuka sektor properti untuk kepemilikan asing.

"Komisi V mempertanyakan apa dasar hukumnya pembentukan PP tersebut. Kami juga ingatkan pemerintah agar substansi aturan kepemilikan properti oleh WNA tidak melanggar UU," jelas Sigit di Jakarta.

Diketahui, PP 103/2015 tersebut mengatur tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Beleid tersebut mengatur bahwa warga asing berhak memiliki hak pakai properti di Indonesia selama 30 tahun yang bisa diperpanjang 20 tahun, dan ditambah lagi selama 30 tahun.

Bahkan, beleid tersebut sudah ada aturan turunannya, yaitu Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 13/2016.

Di sisi lain, Sigit mengatakan bahwa aturan atau payung hukum mengenai Hunian Orang Asing di Indonesia berdasarkan dua UU, yaitu UU 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan UU 20/2011 tentang Rumah Susun tidak mengamanahkan PP tentang kepemilikan properti.

Meskipun demikian, tambah Sigit, pada UU 1/2011 hanya mengatur Hak Pakai Orang Asing terhadap Hunian atau Rumah Tempat Tinggal, bukan Hak Milik. Hal itu sebagaimana termuat dalam Pasal 52, beserta Penjelasan Pasal 2 Huruf C.

"UU PKP dan Rusun tidak mengamanatkan pembentukan PP tentang kepemilikan properti. Lalu dasar hukum untuk membuka keran bagi WNA untuk memiliki properti di Indonesia itu apa? Di sisi lain, UU Agraria kita hanya memberikan hak kepemilikan berupa hak pakai. Pemerintah jangan melanggar UU," tegas Sigit.

Sigit melanjutkan dengan adanya kepemilikan properti bagi Orang Asing ini akan menimbulkan dampak negatif, yaitu semakin sulitnya masyarakat Indonesia kelas bawah untuk mendapatkan rumah. Jika orang asing bisa memiliki properti di Indonesia, dampaknya adalah terkereknya harga tanah dan bangunan.

"Ini jelas akan berimbas kepada kian berkurangnya kemampuan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk membeli properti. Kebijakan ini kontra produktif dengan UU PKP dan Rusun yang mengamanahkan pemerintah untuk memberikan kemudahan pada MBR untuk mendapatkan rumah karena itu adalah hak setiap warga Negara," lanjut dia.

Dampak lainnya, hal tersebut bisa saja menjadi pintu masuk penguasaan atas bagian NKRI oleh asing. Karena itu, Pemerintah harus menjelaskan dengan detil terkait aturan kepemilikan properti oleh asing. Kebijakan tersebut sangat penting, strategis dan berdampak luas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Kalau Pemerintah tidak bisa memberikan penjelasan atau diam saja, maka kami DPR akan mengajukan hak bertanya kepada Presiden sebagai kepala pemerintah," pungkasnya. 



Share on Social Media