Nasional , News, Pendidikan
Juliadi | Kamis 12 Dec 2019 16:15 WIB | 5735
Ketua DPR RI, Puan Maha. Foto : Istimewah
"Mendikbud menjelaskan ke publik yang pasti, kan yang harus kita tanyakan ke Mendikbud apa kriterianya kelulusan anak itu di SMA, SMP, atau di SD kalau enggak ada UN. Kalau mau masuk perguruan tinggi itu kita akan menggunakan apa?" ujar Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Puan meminta Nadiem tak buru-buru memutuskan UN dihapus. Dia meminta Nadiem menelaah lebih jauh wacana tersebut sebelum 2021.
Politikus PDI Perjuangan itu meminta, kebijakan Nadiem tidak merugikan siswa dan orangtuanya. Dia juga meminta mantan bos Gojek itu meningkatkan kualitas guru.
"Jangan terburu-buru kita lihat, jangan merugikan anak murid, siswa, orangtua, yang pasti kualitas gurunya harus ditingkatkan," ujar Puan.
Sebelumnya, Nadiem menegaskan bahwa Ujian Nasional atau UN 2020 merupakan yang terakhir. Pada 2021, UN akan digantikan dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
"Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter," jelas Nadiem di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Menurut Nadiem, ujian nasional dianggap kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar. Materi UN juga terlalu padat, sehingga cenderung berfokus pada hafalan, bukan kompetensi.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, pihaknya akan melaksanakan rapat kerja bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nadiem Makarim hari ini, Kamis (12/12/2019).
Syaiful mengatakan, raker siang hari ini untuk mendapatkan penjelasan mendetail soal rencana penghapusan ujian nasional (UN) dan perubahan format ujian pada 2021 mendatang.
"Hari ini raker dengan komisi X, kita ingin mendapatkan penjelasan UN lebih detail," ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (12/12/2019).
Selain membahas UN, raker juga akan membahas mengenai zonasi sekolah. "Juga membahas pelonggaran zonasi juga, sebelumnya kan 80 persen zonasi, apakah nanti jadi 60 persen atau bagaimana," ujarnya.
Sebelumnya, Syaiful menilai pelaksanaan ujian nasional selama ini hanya membuat anak didik hingga guru terbebani bahkan stres.
"Sejak awal kita dukung hapus, karena UN kita bikin stres. Sekolah, guru, anak didik, bupati ikut stres juga. Karena (bupati) kan ingin daerahnya menjadi unggulan berprestasi," kata Syaiful.
Politikus PKB itu mengatakan sudah saatnya ada perubahan format UN untuk menjawab tantangan zaman.
"Karena melihat tuntutan zaman dan masa depan maka UN harus diubah. Dengan rencana format pengganti itu, bagian dari solusi yang sepertinya sudah dicompare dengan negara lain," ia menandaskan. (***/Detik.com)